Friday, December 9, 2011




Liberalisasi  Dalam Laju Globalisasi




Kondisi yang berkembang saat ini yang paling dirasakan ialah laju  globalisasi-liberalisasi sekaligus postmodernisme yang menyeret  dan melanda bangsa-bangsa, terutama negara berkembang.
Jika  memperhatikan runtuhnya negara adidaya Unie Soviet pasca reformasi  glasnost dan perestroika;  ala Michael Gorbacve mereka kehilangan kepercayaan kepada integritas dan  otoritas negara Unie Soviet sekaligus ideologi marxisme-komunisme-atheisme ---yang telah dipraktekkan sejak 17 Oktober 1917, runtuh   (McCoubrey & White 1996: 114 —121)---. Era reformasi Indonesia, Mei 1998  lebih dari  satu dasawarsa bangsa dan NKRI hidup dalam krisis multidimensional yang belum  teratasi. Reformasi yang ditandai dengan sikap  evoria kebebasan atas nama demokrasi  , dan sikap elite politisi memuja kebebasan dan demokrasi atas nama HAM ; Fenomena sosial politik dan ekonomi bangsa yang sangat tampak jelas   terlanda oleh praktek budaya supremasi ideologi politik  neo-liberalisme- kapitalisme
yang bergerak sebagai “proses supremasi dan dominasi” ideology neo-liberalisme  yang berwatak: sekularisme-pragmatisme dan neo-imperialisme!
Secara filosofis-ideologis dan politis bangsa dan negara RI sesungguhnya telah terbawa   laju pusaran dan dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme; tepatnya tergoda dan terlanda oleh praktek budaya ideology neo-imperialisme .
A. Tantangan Nasional  dalam menghadapi laju Globalisasi  yang membawa menuju pusaran liberalisasi dan Postmodernisme adalah, wajib meningkatkan  kewaspadaan nasional dan ketahanan mental-ideologi Pancasila. Visi-misi demikian  terutama meningkatkan wawasan nasional dan kepercayaan nasional (kepercayaan diri) agar SDM warganegara kita mampu mewaspadai tantangan: globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme  Kemampuan  dalam  menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda kehidupan nasional ---sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral bangsa--- maka benteng terakhir yang diharapkan mampu bertahan ialah keyakinan nasional atas kebenaran dan kebaikan (baca:keunggulan) dasar negara Pancasila baik sebagai jatidiri bangsadan filsafat hidup bangsa(Volksgeist, Weltanschauung), sekaligus sebagai dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional). Hanya dengan keyakinan  nasional ini manusia Indonesia tegak-tegar dengan keyakinannya yang benar dan  terpercaya: bahwa sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari filsafat Timur  memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme- religious. Maknanya, sistem filsafat demikian secara filosofis-ideologis dan konstitusional  berfungsi sebagai asas kerokhanian Indonesia; jiwa dan kepribadian bangsa (jatidiri nasional); jiwa UUD negara yang menjiwai dan melandasi budaya dan moral politik  Indonesia dalam integritas sistem kenegaraan Pancasila. Ajaran sistem filsafat Pancasila terjabar dalam Pembukaan UUD 45 danBatang  . Tubuh seutuhnya; karenanya melaksanakan dasar negara Pancasila terutama dengan  dijiwai, dilandasi dan berpedoman UUD 45 (UUD Proklamasi) kita akan tegak-tegar, bahkan jaya sentausa............insya Allah dunia dan akhirat.  Bandingkan dengan ajaran filsafat kapitalisme-liberalisme yang beridentitas individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme  (neo-imperialisme) akan hampa spiritual religius sebagaimana juga identitas ideologi marxisme-komunisme- atheisme! Kapitalisme-liberalisme memuja kebebasan dan HAM demi kapitalisme dalam  praktek politik dan ekonomi liberal, yang menjajah Irak awal abad XXI ---negara adidaya yang  bergaya pembela HAM di panggung dunia!--- ternyata HAM yang HAMPA!. Mengapa bangsa-bangsa beradab, bahkan PBB sebagai organisasi dunia yang beradab tetap bungkam ?!
1. Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialisme- imperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah penganut ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neo- imperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam di negara-negara yang telah mereka tinggalkan (disusun strategi rekayasa global, 1947).
2. Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC dipelopori Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuanSekutu dan Unie Eropa dalam perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo- imperialisme). Lebih-lebih dengan berakhirnya perang dingin (1950-1990) mereka makin menunjukkan supremasi politik neoimperialisme!
3. Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat tergantung kepada negara maju (G-8) maka melalui bantuan modal pembangunan baik bilateral maupun multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI kemudian CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA dan UE).
4. Melalui kesepakatan APEC, mereka mempropagandakan doktrin ekonomi liberal, atas nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan. Tercapailah politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme,sebagai neo- imperialisme. 5. Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 – 1985) Sekutu telah menampilkan watak untuk merebut dominasi dan supremasi politik internasional. Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang (angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi politik dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks.......sehingga banyak intelektual negara berkembang (sebut: negara GNB) yang belajar ipteks ke negara- negara blok Barat.Sebagian intelektual kita itu telah tergoda dan terlanda wawasan politiknya, sehingga sebagai elite reformasi mempraktekkan demokrasi  liberal, ekonomi liberal, bahkan juga budaya negara federal! Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga sebagai kader pengembang ideologi dan politik ekonomi kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Kepemimpina mereka belum membuktikan keunggulannya dalam mengatasi multi –krisis nasional yang makin menghimpit rakyat warga bangsa tercinta. Kondisi buruk ini dapat menjadilahan  suburbangkinya neo-PKI/KGB yang berpropaganda menjadi ”penyelamat ” kaum miskin dan buruh tani dalam NKRI! Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dapat berwujud adanya degradasi wawasan nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya degradasi mental ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM individualisme-egoisme--- bukan kesatuan dan kerukunan sebagai asas moral filsaafat dan ideologi bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena sosial politik dan ekonomi  (neo-liberal) dalam era reformasi sebagai praktek budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme dalam hampir semua bidang kehidupan Indonesia, bermuara sebagai  neoimperialisme! Sinergis dengan kondisi global maka dalam NKRI Tantangan Nasional dalam Era Reformasi Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam integritas nasional dan NKRI. Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan .

No comments:

Post a Comment

coment :