Perkembangan Otonomi di Indonesia
Dengan Permasalahan Yang Muncul
Perkembangan otonomi di Indonesia telah diterbitkan 9 (sembilan) undang undang yang mengatur tentang rintahan daerah yaitu:
• UU.No 1 tahun 1945 dimana kebijakan pemerintahan tentang otonomi daerah pada masa itu menitik
beratkan pada dekosentrasi
• UU. No.22 tahun 1948 dimana kebijakan pemerintah lebih menitik beratkan pada desentralisasi
• UU.No. 1 tahun 1957 kebijakan otonomi bersifat dualisme, dimana kepala daerah bertanggung jawab
kepada DPRD
• ketetapan Presiden No.6 tahun 1959 Pemerintahan lebih menekankan pada dekosentrasi
• UU. No18 tahun 1965 masa itu kebijakan Pemeritahan menitik beratkan pada desentralisasi dengan
memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada daerah sedangkan dekosentrasi hanya sebagai pelengkap
• UU,No 5 tahun 1974 itu setelah terjadinya G30.SPKI yang pada dasarnya telah terjadi fakuman dalam
mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai denan UU No 5 tahun 1974 yaitu dengan
desentralisasi,dekosentrasi dan tugas pembantuan, selanjutnya dengan kebijakan pemerintahan pada masa
orde baru,maka pada masa berlakunya UU.No 5 tahun 1974 pembangunan pembangunan menjadi isu
sentral dibandingkan politik yang pada penerapannya seolah olah terjadi proses politisasi peran peran
pemerintahan daerah dan mengantikanya dengan peran pembangunan yang menjadi isi nasional
• UU. No 22 tahun 1999 pada masa itu terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintahan daerah
sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembagunan dengan mengedepankan
otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
• UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah daerah & UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan Pusat & Daerah, dijabarkan pd Perpres No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional.
Permasalahan yang dihadapi :
RPJMN Tahun 2004—2009 bidang revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah, terkait dengan penataan peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, permasalahan yang masih dihadapi hingga akhir semester 1 tahun 2008, di antaranya
(1) masih terdapat beberapa peraturan pelaksana UU No. 32 tahun 2004 yang belum tersusun, yaitu 6 PP
(Peraturan Pemerintah) dan 1 Perpres dari 27 PP, 2 Perpres dan 2 Permendagri (Peraturan Menteri
Dalam Negeri) yang diamanatkan;
(2) masih terdapat 1 peraturan pelaksana UU No. 33 tahun 2004 yang belum diterbitkan, yaitu PP tentang
Pengelolaan Dana Darurat;
(3) munculnya permasalahan terkait ketidakharmonisan antara peraturan perundang-undangan sektoral dan
peraturan perundangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah sehingga menyebabkan kesulitan
dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh pemda; serta
(4) masih belum optimalnya pelaksanaan desentralisasi di daerah-daerah yang memiliki karakteristik khusus
dan istimewa karena belum tersusun dan tersosialisasikannya peraturan perundangan yang mengatur
pelaksanaan desentralisasi di daerah-daerah
Permasalahan dalam program peningkatan kapasitas kelembagaan
pemerintah daerah
• penerapan standar pelayanan minimal (SPM) sampai saat ini belum optimal karena peraturan menteri
tentang SPM yang ditetapkan oleh departemen sektor sebagai acuan daerah dalam penerapan SPM,
masih dalam proses penyusunan;
• belum disusunnya rencana aksi nasional (RAN) di bidang pelayanan publik, khususnya bidang administrasi
kependudukan dan perizinan investasi;
• pemda dalam mengimplementasikan PP No. 41 Tahun 2007 dan menetapkan organisasi perangkat
daerah, menemukan kendala yang disebabkan oleh adanya beberapa peraturan daerah (perda) yang sudah
mengatur pelaksanaan restrukturisasi yang sesuai dengan kebutuhan daerah itu sendiri;
• masih adanya berbagai protes dan ketidakpuasan para pendukung pasangan calon kepala daerah terhadap
proses dan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada)
Permasalahan dalam program peningkatan kerja sama antar pemerintah daerah
(1) belum tersosialisasinya dengan baik PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Antar-Daerah yang diharapkan menjadi payung regulasi penting dalam mendorong sinergi dan integrasi
perda yang mengatur kebijakan pengembangan kerja sama antardaerah;
(2) belum ada model/format ideal dan instrumen kerja sama yang potensial dikembangkan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik;
(3) belum ada insentif yang terukur untuk mendorong daerah dalam melakukan kerja sama; serta
(4) secara umum pemda belum optimal memberdayakan potensi sumber daya yang ada untuk
mendatangkan manfaat yang lebih besar, yang dikelola secara bersama-sama antar pemda.