Saturday, October 15, 2016

Akankah Ahok Lolos Dari Harimau -nya?

     Mulutmu harimaumu, tajamnya lidah laksana pedang, Ajining diri saka lathi, ajining rogo mergo busana (jw : kehormatan pribadi seseorang tergantung ucapannya, kehormatan badan/ragawi ditentukan pakaian) adalah peribahasa yang sangat filosofi. Apakah hal ini berlaku untuk Gubernur DKI, Ahok , dengan akumulasi permasalahan yang dihadapinya.
    Sebuah tindakan dapat diproses hukum jika memenuhi 3 alat bukti, diantaranya : bukti , saksi, dan pengakuan, serta memenuhi kriteria dalam perundang undangan yang mengaturnya.
        Berikut di bawah ini beberapa data, apakah Ahok lolos dari HARIMAU-nya ?

  1. Ketua MUI KH Maruf Amin mengatakan, sehubungan dengan pernyataan Ahok di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, ”… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”. Pernyataan Ahok tersebut, lanjut KH Maruf Amin, telah meresahkan masyarakat.Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melakukan penistaan agama dan ulama. MUI meminta aparat penegak hukum proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas.
  1. WARTA KOTA, GAMBIR - Ribuan umat muslim rencananya akan melakukan aksi demo besar-besaran besok Kamis (13/10/2016), di Bareskrim Mabes Polri, Gambir, dan Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat….(http://wartakota.tribunnews.com/2016/10/13/ahok-persilakan-masalah-penistaan-agama-dirinya-diproses-hukum)
  2. TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat Polda Metro Jaya mengimbau organisasi masyarakat (ormas) keagamaan menyampaikan pendapat di muka umum secara tertib pada Jumat (14/10/2016).
    "Diimbau agar pendemo menaati peraturan saat aksi dan tidak membawa barang berbahaya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono di Jakarta Kamis.(http://m.tribunnews.com/metropolitan/2016/10/14/hari-ini-ribuan-orang-demo-ahok-ini-imbauan-kepolisian-bagi-pendemo)
  3. UUD Negara Republik Indonesia Pasal 28 j.    
           Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Makna: Setiap orang itu harus saling menghormati satu dengan yang lain dan tidak ikut campur dalam hak-hak orang tersebut itulah pertandanya kita bernegara dan berbangsa

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
5. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 156
Barang siapa di rnuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Monday, March 14, 2016

Pemerintahan Penguasa

Pemerintahan suatu negara terletak pada eksekutif dan legeslatiflegeslatif, dalam hal ini presiden beserta kabinetnya sebagai eksekutif, dan DPR sebagai legeslatif.
        Eksekutif dan legeslatif merupakan hasil dari proses politik, sebut PEMILU. Proses politik sarat dengan intrik politik, yang merambah dalam berbagai aspek kshidupan, utamanya ekonomi yang merupakan  tumpuan kehidupan secara primer. Berikutnya aspek kehidupan yang lain, sosial budaya, sehingga proses politik seakan menjadi primadona para elite. Kaum borjuis, kaum kapitalis, pemilik modal, cendikiawan,  dan agamawan. Berkompetisi dengan segala strategi dilakukan. Munculnya partai politik, yang dibidani kaum pemodal, menunjukkan tanda tanda bergesernya asumsi tentang idealisme Civilitation, munculnya paradigma baru ten
tang bangkitnya minoritas menempati pada posisi penguasa, yang memerintah  tentunya ,dengan kemasan yang rapi, sehingga seakan demikian adanya dianggap yang seharusnya.
        Sebagai gambaran berikut  kilas balik sebagai bahan  renungan bahwa pemerintah adalah penguasa bakal terjadi.

Pertama, Keputusan Presiden Kabinet No. 127/U/KEP/12/1996 tentang masalah ganti nama.

Kedua, Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IV/6/1967 tentang Kebijakan Pokok Penyelesaian Masalah Cina yang wujudnya dibentuk dalam Badan Koordinasi Masalah Cina, yaitu sebuah unit khusus di lingkungan Bakin.

Ketiga, Surat Edaran Presidium Kabinet RI No. SE-06/PresKab/6/1967, tentang kebijakan pokok WNI keturunan asing yang mencakup pembinaan WNI keturunan asing melalui proses asimilasi terutama untuk mencegah terjadinya kehidupan eksklusif rasial, serta adanya anjuran supaya WNI keturunan asing yang masih menggunakan nama Cina diganti dengan nama Indonesia.

Keempat, Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IN/6/1967 tentang tempat-tempat yang disediakan utuk anak-anak WNA Cina disekolah-sekolah nasional sebanyak 40 % dan setiap kelas jumlah murid WNI harus lebih banyak daripada murid-murid WNA Cina.
Di masa pemerintahan


Kelima, Instruksi Menteri Dalam Negara No. 455.2-360/1968 tentang penataan Kelenteng-kelenteng di Indonesia.

Keenam, Surat Edaran Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika No. 02/SE/Ditjen/PP6/K/1988 tentang larangan penerbitan dan pencetakan tulisan/ iklan beraksen dan berbahasa Cina.



Tertinggi pada konstitusi UUD 1945 Pasal 6 ayat (1)
Presiden ialah orang Indonesia asli.
        Ini semua bukan tanpa sebab, bukan suatu egoisme yang berlebih dari pendiri Republik, dan nyata tak ada fiksi, kelompok yang menyoal sebagaimana sila pertama Piagam Jakarta.

Pasca reformasi :
Di masa pemerintahan Gusdur, Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967 yang melarang etnis Tionghoa merayakan pesta agama dan penggunaan huruf-huruf China dicabut. Selain itu juga ada Keppres yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid memberi kebebasan ritual keagamaan, tradisi dan budaya kepada etnis Tionghoa; Imlek menjadi hari libur nasional berkat Keppres Presiden Megawati Soekarnoputri. Di bawah kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, agama Khonghucu diakui sebagai agama resmi dan sah. Pelbagai kalangan etnis Tionghoa mendirikan partai politik, LSM dan ormas. SBKRI tidak wajib lagi bagi WNI.
Munculnya partai partai baru yang dibidani dari wni keturunan TionTionghua.


Bagaimana seseorang dapat menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia? UUD 1945 mengatur, bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a.   warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri (Pasal 6 (1) UUD 1945);
b.   tidak pernah mengkhianati negara (Pasal 6 (1) UUD 1945);
c.   mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Pre-siden (Pasal 6 (1) UUD 1945);
d.   dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rak-yat (Pasal 6 A (1) UUD 1945);
e.   diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum (Pasal 6 A (2) UUD 1945).

Dengan berdasar  di atas tak menutup kemungkinan Indonesia kedepan akan bercorak lain, sangat bergantung pada kondisi daat itu.






Thursday, March 10, 2016

Menuju DKI Baru

       Dengan keputusan Ahok masuk da lam jalur independen pada bursa pemilihan gubernur DKI Jakarta, membuat lawan tandingnya semakin berat untuk menandingi Ahok. Hal ini disebabkan populeritas Ahok lebih kuat ketimbang partai politik manapun yang akan mengusungnya. Suatu keputusan yang strategis dan taktis dalam menguasai situasi psikhologis pemilihnya. 
        Ahok memiliki  peformen karakter yang kuat terutama nyali politikknya dalam menerapkan kebijakan publik sekalipun berbenturan dengan legeslatif bahkan publik. Semisal kebijakan terkait kalo jodo, yang merupakan program lama tetapi selalu gagal, dan akhirnya dengan kekuatan nyali politik Ahok ini dapat terlaksana.
        Publik akan membaca yang demikian dengan mengabaikan faktor keyakinan yang melekat pafa Ahok. Isu tentang agama, etnis tak akan mampu untuk menyurutkan popularitaas Ahok.  Terlebih disadari atau tidak faktor x , sangat kental mewarnai setiap pemilukada, faktor x itu tidak lain adalah mony politic.
        Lawan ysng akan menandingi Ahok tidaklah ringan, kekuatan partai politik pengusung  tak dapat dipertaruhkan sepenuhnya untuk memperolek kemenangan.
        Kekuatan figur, popularitas, serta dukungan finansial yang kuat yang akan dapat menandingi Ahok, terlebih jika bakal calon yang maju melebihi dua pasang calon, ini akan semakin berat.
        Komposisi yang ideal untuk mengalahkan Ahok adalah pasangan yang maju hanya dua pasang, lawan Ahok harus didukung kekuatan finansial yang kuat, serta berbagai pihak pengusung.
          Namun itu semua tak semudah membalikkan telapak tangan, sebab  dengan melihat siapa orang orang di sekitar Ahok ?, Jalinan politik internal, eksternal asing dan aseng akan bahu membahu.
        Di dunia tak ada yang tidak mungkin, terlebih bagi Tuhan semua dapat dengan PASTI,

INDO CINA Indonesia Cina


Bangsa Cina mengenal dan menjalin dengan bangsa Indonesia dalam catatan sejarah adalah sangat lama, seiring terbentuknya sebuah babgsa dalam satu wilayah negara. Talah lazim disebut nenek moyang bangsa Indonesia adalah orang Yunan, yaitu Cina Selatan.
        Pertalian darah Cina dan Indonesia telah terbentu seiring terbentuknya bangsa Indonesia, sebagai salah satu prasarat berdirinya NEGRA.
Berdasarpada hestoris tersebut layak bila etnis cina di Indonesia menuntut perlakuan yang sama dengan warganegara Indonesia dari etnis lainnya. Maka tak ayal lagi jika pada perkembangan perpolitikan dewasa ini pasca era reformasi, terjadi perubahan struktur kewarganegaraan hubungannya dengan politik sangat drasti. Ini terlihat pada perbahan Undang Undan Negara Republik Indonesia Pasal 6 ayat (1). Yaitu Presiden ialah orang Indonesia asli. Bersamaan munculnya Pasal 22E tentang Pemilu hal ini terjadi peta politik Indonesia yang secara seknifikan berubah drastis.
        Pendiri Negara, pencetus konstitusi bukannya tidak faham jika sebenarnya orang Indonesia asli sulit terdeteksi, namun semua ini terkandung makna yang sangat dalam. Dan ini tidak mendapatkan komplain dari pihak manapun, sebagaimana sila pertama Piagam Jakarta.
        Ada apa dengan amandemen UUD1945 ?, apakah penghilangan pasal 6 ayat (1) serta merta sebab alami ?. Jika kita mencermati perkembangan perpolitikan dewasa ini perlu kiranya kita berfikir cermat dan obyektif. Pihak mana yang menghendaki, dan yang paling berkepentingan.
        Sebuah pertanyaan yang memerlukan jawaban jujur dan obyektif “ apakah kita dapat mengenali orang orang etnis Cina yang ada di Indonesia sebagai WNI apa W N A ? Tidak berlebihan dan mengada ada , ini adalah realita.
Siapa, milik Siapa adalah pertanyaan yang harus dijawab secara jujur dan obyektif.

Sunday, March 6, 2016

Atas Nama Rakyat

        Semua tindakan pemerintah selalu mengtasnamakan rayat, untuk kesejahteraan rakyat, kepentingan rakyat banyak. Dengan dalih ini seakan apa yang diputuskan sah dan legal secara yuridis, walaupun dalam proses pengambilan leputusannya busuk.
     Hal hal yang terkait dengan perekonomian, dalam edialnya dibentuk koordinator, namun di lapangan koordinasi di bawah komando koordinator terkadang mandek sebab terkait dengan politik kepentingan, hal ini yang menyebabkan kegaduhan dalam penerapan kebijakan, yang tragis Presiden sebagai kepala eksekutif yang bertanggung jawab langsung atas kebijakan yang akan di ambil kadang terabaikan. 
       Rapat koordinasi di tingkat kementrian seharusnya dapat meredam munculnya statement miring yang membingungkan publik dalam hal ini rakyat, yang selalu di atasnamakan. Ketegasan dan kesigapan kepala eksekutip dalam penguasaan pembantunya dalam hal ini sangat diperlukan, tidak terjebak dalam ruang publik terbentuknya opini rakyat yang membingungkan.

Sst Jangan Gaduh

         Sikap dewasa dan bijak tentu harus melekat pada masing masing  pada diri para menteri, tentu tidak layak dan bijak kalau sesama kolega saling serang pendapat di ranah publik. ‎Harusnya, para menteri pembantu Presiden Jokowi lebih mengedepankan kinerja untuk menyejahterakan rakyat.

tentu tidak layak dan bijak kalau sesama kolega saling serang pendapat di ranah publik. ‎Harusnya, para menteri pembantu Presiden Jokowi lebih mengedepankan kinerja untuk menyejahterakan rakyat.
"Jadi politik gaduh harus segera diakhiri.‎ Fokus pada janji kampanye presiden untuk menyejahterakan rakyat Indonesia. Kalau ada perbedaan, selesaikan saja di internal rapat kabinet," 

Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Johan Budi mengungkap,Presiden  Joko Widodo (Jokowi) prihatin terhadap beberapa peristiwa belakangan ini.
Yang dimaksudkannya adalah, antarmenteri sudah saling menyerang di ranah publik. Hal ini dikatakan Johan di kompleks Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (2/3/2016).